Jumat, 06 Januari 2012

sejarah dan aliran linguistik


SEJARAH DAN ALIRAN LINGUISTIK

Pada Bab 2 ada disebutkan bahwa studi linguistik telah mengalami tiga tahap perkembangan, yaitu dari tahap pertama yang disebut tahap spekulasi,tahap kedua yang disebut tahap observasi dan klasifikasi,dan tahap ketiga yang disebut tahap perumusan teori. Pada tahap spekulasi, pernyataan-pernyataan tentang bahasa tidak didasarkan pada data empiris, melainkan pada dongeng atau cerita rekaan belaka. Umpamanya, pernyataan Andreas Kemke, seorang ahli filogogi dari Swedia pada abad ke-17 yang menyatakan  bahwa Nabi Adam dulu di surge berbicara dalam bahasa Prancis, adalah tidak dapat dibuktikan kebenarannya karena tidak didukung oleh bukti empiris. Begitu juga dengan pendapat suku Dayak Iban di Kalimantan yang menyatakan bahwa manusia tadinya hanya punya satu bahasa; tetapi kemudian karena mereka  mabuk cendawan, mereka menjadi berbicara dalam pelbagi bahasa pada tahap klasifikasi dan observasi para ahli bahasa mengadakan pengamatan dan penggolongan terhadap bahasa-bahasa yang diselidiki, tetapi belum sampai pada merumuskan teori.

Berikut ini akan dibicarakan sejarah, perkembangan, paham, dan beberapa aliran linguistik dari zaman purba sampai zaman mutakhir secara sangat singkat, dan sangat bersifat umum.

1.    LINGUISTIK TRADISIONAL
Istilah tradisional dalam linguistik sering dipertengkaran dengan istilah struktural,sehingga dalam pendidikan formal ada istilah tata bahasa tradisional dan tata bahasa struktural. Kedua jenis tata bahasa ini banyak dibicarakan orang sebagai dua hal yang bertentangan, sebagai akibat dari pendekatan keduanya yang tidak sama tehadap hakikat bahasa.

a.    Linguistik Zaman Yunani
Studi bahasa pada zaman Yunani mempunyai sejarah yang sangat panjang, yaitu dari lebih kurang abad ke-5 S.M. sampai lebih kurang abad ke-2 M. jadi, kurang lebih sekitar 600 tahun. Masalah pokok kebahasaan yang menjadi pertentangan para linguis pada waktu itu adalah (1) pertentangan antara fisis dan nomos, dan (2) pertentangan antara analogi dan anomal

Para filsuf Yunani mempertanyakan, apakah bahasa itu bersifat lami (fisis) atau bersifat konvensi (nomos). Bersifat alami atau fisis maksudnya bahasa itu mempunyai hubungan asal-usul, sumber dalam prinsip-prinsip abadi dan tidak dapat diganti di luar manusia itu sendiri
Pertentangan analogi dan anomali menyangkut masalah bahasa itu sesuatu yang teratur atau tidak teratur. Kaum anologi, antara lain Plato dan Aristoteles, berpendapat bahwa bahasa itu bersifat teratur. Karena adanya keteraturan itulah orang dapat menyusun tata bahasa. Jika tidak teratur tentu yang dapat disusun idiom-idiom saja dari bahasa itu. Keteraturan bahasa itu tampak dalam pembentukan jamak bahasa Inggris: boy             boys, girl            girls, dan book           books. Juga dalam pembentukan jamak bahasa Arab muslimun           muslima:ni         muslimu:na, dan muallimun        muallima:ni         muallimu:na. Sebaliknya , kelompok anomali ber-pendapat bahwa bahasa itu tidak teratur.

Dari keterangan di atas tampak bahwa kaum anomali sejalan dengan kaum naturalis, dan kaum analogi sejalan dengan kaum konvensional. Pertentangan kedua kelompok itu, anomali dan analogi masih berlangsung sampai sekarang.
Berikut ini akan kita bicarakan secara sangat singkat.
a)      Kaum Sophis
Kaum atau kelompok Sophis ini muncul pada abad ke-5 S.M. Mereka dikenal dalam studi bahasa, antara lain, karena:
(a)    Mereka melakukan kerja secara empiris;
(b)   Mereka melakukan kerja secara pasti dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu;
(c)    Mereka sangat mementingkan bidang retorika dalam studi bahasa;
(d)   Mereka membedakan tipe-tipe kalimat berdasarkan isi dan makna.

b)      Plato (429 – 347 S.M.)
Plato yang hidup sebelum abad Masehi itu, dalam studi bahasa terkenal, antara lain, karena:
(a)    Dia memperdebatkan analogi dan anomali dalam bukunya Dia-loog. Juga mengemukakan masalah bahasa alamiah dan bahasa konvensional;
(b)   Dia menyodorkan batasan bahasa yang bunyinya kira-kira: bahasa adalah pernyataan pikiran manusia dengan perantaraan onomata dan rhemata;
(c)    Dialah orang yang pertama kali membedakan kata dalam onoma dan rhema.



c)      Aristoteles (384 – 322 S.M.)
Aristoteles adalah salah seorang murid Plato. Dalam studi bahasa lia terkenal, antara lain, karena:
(a)    Dia menambahkan satu kelas kata lagi atas pembagian yang dibuat gurunya, Plato, yaitu dengan syndesmoi. Jadi, menurut Aristoteles ada tiga macam kelas kata, yaitu onoma, rhema, dan syndesmoi. Yang dimaksud dengan syndesmoi adalah kata-kata yang lebih banyak bertugas dalam hubungan sintaksis. Jadi, syndesmoi itu lebih kurang sama dengan kelas preposisi dan konjungsi yang kita kenal sekarang.
(b)   Dia membedakan jenis kelamin kata (atatu gender) menjadi tiga, yaitu muskulin, feminine, dan neutrum.
(c)    Kaum Stoik
Kaum stoic adalah kelompok ahli filsafat yang berkembang permulaan abad ke-4 S.M. Dalam studi bahasa kaum stoic terkenal, antara lain, karena :
  1. Mereka membedakana studi bahasa secara logika dan studi bahasa secara tata bahasa.
  2. Mereka menciptakan istilah-istilah khusus untuk studi bahasa.
  3. Mereka membedakan tiga komponen utma dari studi bahasa, yaitu (1) tanda, symbol, sign, atau semainon. (2) makna, apa yang disebut, semainomen, atau lekton. (3) hal-hal diluar bahasa, yakni benda atau situasi.
  4. Mereka membedakan legein, yaitu bunyi yang merupakan bagian dari fonologi tetapi tidak bermakna, dan propheretal yaitu ucapan bunyi bahasa yang mengandung makna.
  5. Mereka membagi jenis kata menjadi empat, yaitu kata benda, kata kerja, syndesmoi, dan arthoron, yaitu kata-kata yang menyatakan jenis kelamin dan jumlah.
  6. Mereka membedakan adanya kata kerja komplet dan kata kerja tak komplit, serta kata kerja aktif dan kata kerja pasif.
d)      Kaum Alexandrian
Kaum alexsanrian menganut paham analogi dalam studi bahasa. Oleh karena itulah mereka kita mewarisi sebuah buku tata bahasa yang disebut Tata Bahasa Dionysius Thrax sebagai hasil mereka dalam menyelidiki kereguleran bahasa Yunani. Buku Dionysius Thrax ini lahir lebih kurang tahun 100 S.M. Buku ini diterjemahkan kedalam bahasa Latin oleh Remmius Palaemon pada permulaan abad pertama Masehi dengan judul Ars Grammatika.
Sezman dengan sarjana-sarjana Yunani di atas, di India pada tahun 400 S.M. Panini, seorang sarjana Hindu, telah menyusun lebih kurang 4.000 pemerian tentang struktur bahasa Sansakerta dengan prinsif-prinsif dan gagasan yang masih dipakai dalam linguistic modern.


  1. Zaman Romawi
Studi bahasa pada zaman Romawi dapat dianggap kelanjutan dari zaman Yunani, sejalan dengan jauhnya Yunani, dan munculnya Kerajaan Romawi.
  1. Varro dan “De Lingua Latina”
Dalam buku De Lingua Latina yang terdiri dari 25 jilid, Varro masih juga memperdebatakan masalah analogi dan anomaly seperti pada zaman Stoik di Yunani.
Etimologi, adalah cabang linguistic yang menyelidiki asal-usul kata berserta artinya. Dalam bidang ini Varro mencatat adanya perubahan bunyi yang terjadi dari zaman ke zaman, dan perubahan makna kata. Perubahan bunyi misalnya dari kata duellum menjadi belum yang artinya ‘perang’.
Morfologi, adalah cabang linguistic yang mempeljari kata dan pembentukannya. Apakah kata itu? Menurut varro kata adalah bagian dari ucapan yang tidak dapat dipisahkan lagi, dan merupakan bentuk minimum.
Menyusun kelas kata, varro membagi kelas kata Latin dalam empat bagian, yaitu :
-          Kata benda, termasuk kata sifat, yakni kata yang disebut berinfleksi kasus.
-          Kata kerja, yakni kata yang membuat pernyataan, yang berinfleksi “tense”.
-          Partisipel, yakni kata yang menghubunhkan (dalam kata benda dan kata kerja), yang berinfleksi kasus dan “tense”.
-          Adverbium, yakni kata yang menghungkan (anggota bawahan dari kata kerja), yang tidak berinfleksi.
Kategori kata kata kerja dibedakan atas tense, time, dan aspect serta aktif dan pasif. Perhatikan contoh dalam bagian berikut !

Time
Past
Present
Futurum
Aktif
Aspek tak komplet komplet

Discebam discebam

Disco  didici

Discam didicero
Pasif
Tak komplet komplet
Amabar amatuseram
Amor amatuseram
Amabor amatusero

Tentang kasus kalau dalam bahasa Yunani adal lima buah, maka dalam bahasa Latin menurut Varro ada enam buah, yaitu (1) nominavirus¸yaitu bentuk primer atau pokok. (2) genetivus, yaitu bentuk yang menyatakan kepunyaan. (3) datives, yaitu bentuk yang menyatakan menerima. (4) akusativus, yaitu bentuk yang menyatakan objek. (5) vokatifus, yaitu bentuk sebagai sapaan atau panggilan. (6) ablatives, yaitu betuk yang menyatakan asal.
Mengenai deklinasi, yaitu perubahan bentuk kata berkenaan dengan kategori, kasus, jumlah, dan jenis. Varro membedakan adanya dua macam deklinasi, yaitu deklinasi naturalis dan deklinasi voluntaris.
  1. Institutiones Grammaticae atau Tata Bahasa Priscia
Ada 16 jilid megenai morfologi dan 2 jilid mengenai sntaksis dianggap sangat penting, karena:
a.       Merupakan buku tata bahasa Latin yang paling lengkap yang dituturkan oleh pembicara aslinya.
b.      Teor-teori tata bahasanya merupakan tonggak-tonggak utama pembicaraan bahas secara tradisional.
Dengan dua buah alas an diatas, buku tata bahsaini kemudian menjadi model dan contoh dalam penulisan buku tata bahasa, bahasa-bahasa Eropa dan dibagian dunia lain.
Fonologi. Dalam bidang fonologi pertama-tama dibicarakan tulisan atau huruf yang disebut litterae. Yang dimaksud dengan litterae ini adalah bagian terkecil dari bunyi yang dapat dituliskan. Bunyi itu disebut potestas. Bunyi ini dibedakan atas empat macam, yaitu : (1) vok artikulata, bunyi yang di ucapkan untuk membedakan makna, (2) vox martikulata, yaitu bunyi yang tidak di ucapkan untuk menunjukan makna. (3) vox litterata, yaitu bunyi yang dapat dituliskan baik yang artikulata maupun yang martikulata. (4) vox ilitterata, yaitu bunyi yang tidak dapat dituliskan.
            Morfologi, dalam bidang ini dibicarakan, antara lain mengenai dictio atau kata. Yang dimaksud dengan kata atau dictio adalah bagian yang minimum dari sebuah ujaran dan harus diartikan terpisah dalam mkna sebagai satu keseluruhan. Kata di bedakan atas delapan jenis yang disebut partes orationis. Kedelapan jenis kata itu adalah : (1) nomen, termasuk kata benda dan kata sifat menurut klasifikasi sekarang; (2) verbum, yaitu yang menyatakan perbuatan atau dikenai perbuatan; (3) participium, yaitu kata yang selalu berderivasi dari verbum, mengambil kategori verbum dan nomen; (4) pronomen, yaitu kata-kata yang dapat menggantikan nomen; (5) adverbium, yaitu kata-kata yang secara sintaksis dan semantic merupakan atribut verbum; (6) praepositio, yaitu kata-kata yang terletakdi depan bentuk yang berkasus; (7) interjection, yaitu kata-kata yang menyatakan prasaan, sikap, atau pikiran; dan (8) conjunctio, yaitu kata-kata yang bertugas menghubungkan angota-angota kelas kata yang lain untuk menyatakan hubungan sesamanya.
Sintaksis. Bidang sintaksis membicarakan hal disebut oratio, yaitu tata susun kata yang berselaras dan menunjukan kalimat itu selesai.
Akhirnya dapat dikatakan bahwa buku Institutiones Grammaticae ini menjadi dasar tata bahasa Latin dan filsafat zaman pertengahan.

  1. Zaman Pertengahan
Studi bahasa pada zaman pertengahan di Eropa mendapat perhatian penuh terutama oleh para filsuf skolastik, dan bahas Latin menjadi Lingua franca, karena dipakasi sebagai bahasa gereja, bahasa diplomasi, dan bahasa ilmu pengetahuan.
Kaum Modistae ini masih pula membicarakan pertentangan antara fisis dan nomos, dan pertentangan antara analogi dan anomali.
Tata Bahasa Spekulatiya, merupakan hasil integrasi deskripsi gramatika bahasa Latin (seperti yang dirumuskan oleh Priscia) ke dalam filsafat skolamatik. Menurut tata Bahasa Spekulatiya, kata tidak secara langsung mewakili alam dari benda yang ditunjuk. Kata hanya mewakili hal adanya benda itu dalam pelbagi cara, modul, substansi, aksi, kualitas, dan sebagainya.
Petrus Hispanus. Beliau pernah menjadi Paus, yaitu tahun 1276-1277 dengan gelar Paus Johannes XXI. Bukunya berjudul Summulae Logicales. Peranannya dalam bidang linguistic, antara lain :
  • Dia telah memasukan psikologi dalam analis makna bahasa. Dia juga membedakan antara signifikasi utama dan konsignifikasi, yaitu pembedaan pengertian apada bentuk akar dan pengertian yang dikandung oleh imbihan-imbuhan.
  • Dia telah membedakan nomen atas dua macam, yaitu nomen substantivum dan nomen adjectivum.
  • Dia juga telah membedakan partes orations atau categore matik dan syntategorematik. Yang dimaksud dengan categore matik adalah semua bentuk yang dapat menjadi subjek atau predikat. Sedangkan syntategorematik adalah semua bentuk tutur lainnya.

  1. Zaman Renaisans
Zaman Renaisans dianggap sebgai zaman pembukaan abad pemikiran abad modern. Studi bahasa ada dua hal pada zaman renaisans ini. (1) selain menguasai bahasa Latin, sarjana-sarjana pada waktu itu juga menguasai bahasa Yunani, bahasa Ibrani, dan bahasa arab; (2) selain bahasa Yunani, Latin, Ibrani dan Arab, bahasa-bahasa Eropa lainnya juga mendapat perhatian dalam bentuk pembahasan, penyusunan tata bahasa, dan malah juga perbandingan. Secara sangat singkat dalam subbab ini akan dibicarakan tentang bahasa Ibrani, lingustik Arab, bahasa-bahasa Eropa dan luar Eropa.
Bahasa Ibrani dana bahasa Arab banyak dipelajari orang pada akhir abad pertengahan. Bahasa itu dikaui resmi pada akhir abad ke-14 di Universitas Paris. Bahasa Ibrani perlu diketahui dan dipelajari karena kedudukannya sebagai bahasa kitab Perjanjian Lama dan kitab Perjanjian Baru. Buku tata bahasa Ibrani telah ditulis orang pada zaman Renaisans itu, anatara lain oleh Roger bacon, Reuchlin, dan N. Clenard. Buku tata bahasa yang ditulis Reuchlin berjudul De Rudimentis Hebraicis.
Linguistiuk Arab berkembang pesat karena kedudukan bahasa Arab sebagai bahasa kitab suci agama Islam, yaitu Quran; sedeangkan bahasa kitab suci itu, menurut pendapat kebanyakan ulama Islam, tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Ditafsirkan memang boleh, tetapi diterjemahkan tidak. Ada dua aliran linguistic Arab, yaitu aliran Basra dan aliran kufah, yang namanya diambil sesuai dengan nama kota tempat kedudukan para limguistik itu. Aliran Basra mendapat pengaruh konsep analogi dari zaman Yunani.
Baha-bahasa Erpa, sebtulnya juga sudah menarik perhatian sejak sebelum zaman Renaisans, di samping bahasa Latin dan bahasa Yunani, pada abad ke-7 telah tercatat adanya sebuah buku tata bahasa Irlandia, pada abad ke-12 tercatat pula adanya buku tata bahsa Islandia, sedangkan pada abad ke-13 dijumpai pula buku tata bahsa Provencal.

  1. Menjelang Lahirnya Lingustik Modern
Sejak awal buku ini sudah menyebut-nyebut bahsa Ferdinand de Saussure dianggap sebagi bapak Linguistik Modern. Masa anatara lahirnya linguistic modern dengan masa berkahirnya zaman renaisansafa satu tonggak yang sangat penting itu adalah dinyataknya adanya hubungan kekerabatan antara bahas Sansakerta dengan bahasa-bahasa Yunani, Latin, dan bahasa-bahas Jerman lainnya.
Bila kita disimpulkan pembicaraan mengenai linguistic Tradisional di atas, maka secara singkat dapat dikatakan, bahwa :
a.       Pada tata bhasa tradisional tidak dikenal adanya perbedaan antara bahasa ujaran dengan bahas tulisan. Oleh karena itu, deskripsi bahasa hanya bertumpu pada bahasa tulisan.
b.      Bahasa yang disusun tata bahasanya dideskripsikan dengan mengambil patokan-patokan dari bahasa lain, terutama bahasa Latin.
c.       Kaidah-kaidah bahasa dibuat secara preskriptif, yakni benar atau salah.
d.      Persoalan kebahasaan seringkali dideskripsikan dengan melibatkan logika.
e.       Penemuan-penemuan atau kaidah-kaidah terdahulu cenderung untuk selalu dipertahankan.

LINGUISTIK STRUKTURALIS
            Kalau linguistic tradisioanl selalu menerapkan pola-pola tata bahas Yunani dan Latin dalam mendeskripsikan suatu bahasa, maka linguistic strukturalis tidak lagi melakukan hal demikian.
1.    Ferdinand de Saussure
Ferdinand de Saussure (1857-1913) dianggap sebagi bapak Linguistik Modern berdasarkan pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya Course de Linguistique Generale yang disusun dan diterbitkan oleh Charles Bally dan Albert Sechehay tahun 1915 (jadi, dua tahun setelah de Saussure meninggal) berdasarkan catatan kuliah selama de Saussure memberi kuliah di Universitas Jenewa tahun 1906-1911.
Pandangan yang dimuat dalam buku tersebut mengenai konsep:
a.       Telaah sinkronik dan diakronik
b.      Perbedaan langua dan parole
c.       Perbedaan signifian dan signifier
d.      Hubungan sintagmatik dan paragdimatik banyak berpengaruh dalam perkembangan linguistic dikemudian hari. Bagaimana pandangan-pandangannya itu berikut ini kita bicarakan secra singkat.
Telaah Sinkronik dan diagnorik. Ferdinand de Saussure membedakan telaah bahasa secara sinkronik dan telaah bahasa secara diakronik. Sedangkan telaah bahasa secara diakronik adalah telaah bahasa sepanjang masa, atau sepanjang zamana bahasa itu digunakan oleh para penuturnya. Jadi, kalu mempelajari bahasa Indonesia secara diakroti, maka harus dimulai sejak zaman Sriwijaya sampai zaman sekarang ini.
La Langue dan La Parole, Ferdinand de Saussure membedakan adanya apa yang disebut La Langue dan La Parole. Yang dimaksud dengan la langue adalah keseluruhan system tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal anatara para anggota suatu masyarakat bahasa, sifat abstrak. La parole adalah pemakaian atau realisasi langue oleh masing-masing anggota masyarakat bahasa, skonkret karena parole itu tidak lain darpada realitas fisis yang berbeda dari orang yang satu dengan orang lainnya.
Signifian dan Signifier. Ferdinand de Saussure mengemukakan teori bahwa setiap tanda atau tanda linguistic (signe atau signe linguistic) dibentuk oleh dua buah komponen yang tidak terpisahkan, yaitu komponen significant dan komponen signifie. Yanga dimaksud dengan significant adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam pikiran kita. Sedangkan signifie adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita.


 






            Sebagai tanda linguistic, significant dan signifie itu biasanya mengacu pada sebuah acuan atau refern yang berada di alam nyata, sebagai sesuatu yang ditandai oleh signe linguistique itu. Sebagai contoh kita ambil kata bahasa Jawa wit yang berarti ‘pohon’.
 





Hubungan Sintagmatik dan Paradigmatik. Ferdinand de Saussure membedakana adanya dua macam hubungan, yaitu hubungan sintagmtik dan paradigmatic. Yang dimaksud dengan hubungan sigmatik adalah hubungan antara unsure-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan, bersifat linear. Hubungan sintagmatik ini terdapat, baik dalam tataran fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Hubungan sintagmatik pada tatarn fonologi tampak pada urutan fonem-fonem pada sebuah kata yang tidak dapat diubah tanpa merusak makna kata itu. Umpamanya pada kata kita terdapat hubungan fonem-fonem dengan urutan /k, i, t, a/. Apabila urutannya di ubah, maka maknanya akan berubah, atau tidak bermakna sama sekali.
a
t
i
t
t
 
t
a
t
i
a
 
i
i
a
a
k
 
k
k
k
k
i
 
Perhatikan pada bagan tersebut.









 





Hari     ini        barangkali        dia       sakit
Barangkali       dia       sakit     hari      ini
Dia      sakit     hari      ini        barangkali
Dia      sakit     barangkali        hari      ini
 
Hubungan sintagmatik pada tataran morfologi tampak pada urutan morfem-morfem pada suatu kata, yang juga tidak dapat diubah tanpa merusak makna dari kata tersebut. Umpamanya





kata segitiga tidak sama dengan kalibarang, dan kata tertua tidak sama dengan tauter. Yang urutan katanya diubah menyebabkna makna kalimatnya berubah.


Nita  melihat  dika                  Dita  melihat  Nita
Ini  bir  baru                            Ini  baru  bir
 
 



r a t a
 
Hubungan paradigmatic adalah hubungan antara unsure-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsure-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan. Antara bunyi /r/, /k/, /b/, /m/, dan/d/ yang terdapat pada kata rata, kata, bata, mata, dan data. Hubungan paradigmatic pada tataran morfologi tampak pada contoh. Antara prefix me-di-, pe-, dan te- yang terdapat pada kata-kata merawat, dirawat, perawat dan terawatt. Antara kata-kata yang menduduki fungsi subjek, predikat dan objek.












 







Secara lengkap hubungan sintagmtik dan hubungan paradigmatic dapat kita gambarkan sebagai berikut:
Sintagmatik


 







2.    Aliran Praha
Aliran praha terbentuk pada tahun 1926 atas prakarsa salah seorang tokohnya, yaitu Vilem Mathesius (1882-1945). Tokoh-tokoh lainnya adalah Nikolai S. Trubetskoy, Roman Jakobson, dan Morris Halle. Pengaruh mereka sangat besar di sekitar tahun tiga puluhan, terutama dalam bidang fonologi.
Dalam bidang fonologi aliran Praha inilah yang pertama-tama membedakan dengan tegas akan fonetik dan fonologi. Fonetik mempelajari bunyi-bunyi itu sendiri, sedangkan fonologi mempelajari funsi bunyi tersebut dalam suatu system. Istilah fonem yang dalam sejarahnya berasal dari bahasa Rusia fonema, lalu digunakan oleh sarjana Polandia Baudoin de Caurtenay untuk membedakan pengertian fonem dar fon (bunyi), dan selanutnya diperkenalkan oleh sarjana Polandia lainnya, yaitu Kruzewki, akan tetapi yang menggunakan dan memeperakenalkan dalam analisis bahasa adalah para linguistic aliran praha ini, seperti tampak dalam buku  Trubetskoy Grunedzuge der Phonologie (terbit 1939).
Struktur bunyi dijelaskan dengan memakai kontras atau oposisi. Ukuran untuk menenukan apakah bunyi-bunyi ujaran itu beroposisi atau tidak adalah makna. Perbedaan bunyi yang tidak menimbulkan perbedaan makna adalah tidak distingtif. Artinya, bunyi-bunyi tersebut tidak fonemis. Sedangkan yang menimbulkan perbedaan makna adalah distingtif; jadi, bunyi-bunyi tersebut bersifat fonemis. Karena tidak beroposisi satu dengan lainnya. Keduanya hanyalah varian dari fenom yang sama.
Fonem dapat dikelompokan ke dalam kelas-kelas sesuai dengan cirri-ciri pembeda dan hubungan oposisi yang ada. Fonemfonem p, t, k, b, d, g, m, n, dan ή dalam bahasa Indonesia dapat dikelompokan sebagai beriku:


 

                         Tempat
                        Artikulasi

Cara
Artikulasi
labial
Dental
Velar
Hambat
Tb
p
t
k
b
b
d
g
Sengau
m
n
ή


Dari bagan diatas dapat dilihat bahwa fonem-fonem hambat tak bersuara p, t, dan k beroposisi dengan fonem-fonem hambat suara b, d, dan g; fonem-fonem labial p, b, dan m beroposisi dengan fonem-fonem dental t, d, n, dan fonem-fonem velar k, g, dan ή; selanjtnya fonem-fonem hambat p/b, t/d, dan k.g beroposisi dengan fonem-fonem sa\engau m, n, dan n.
Ada kemungkinan kontras yang ter jadi pada suatu posisi tidak terjadi pada posisi lain. Seperti pada contoh (13), karena maknanya tetap sama.
Paku    X         baku                            tari       X         dari
Tepas   X         tebas                            petang X         pedang
Jawab  X         Jawap
Adad   X         abat
Ketiada kontras seperti ini disebut netralisasi dan varian yang dihasilkan dari netralisasi ini disebut arkifonem, yang lazim dilambangkan dengan huruf besar. Dalam contoh /jawab/ X /jawap/ arkifonemnya dapat dilambangkan dengan huruf /P/ atau /B/ dan dalam contoh /abad/ X /abat? Arkifonemnya dapat dilambangkan dengan huruf /D/ atau /T/.
Dalam bidang fonologi aliran Praha ini juga memeperkenalkan dan mengembangkan suatu istilah yang disebut morfonologi, bidang yang meneliti struktur fonologi morfem. Bidang ini meneliti perubahan-perubahan fonologi yang terjadi sebagai akibat hubungan morfem dengan morfem.
Dalam bidang sintaksis Vilem Mathesius mencoba menelaah kalimat melalui pendekatan fungsional. Menurut pendekatan ini kalimat dapat dilihat dari struktur formalnya, dan juga dari struktur informasinya yang terdapat dari kalimat yang bersangkutan. Struktur formal menyangkut unsure-unsur gramatikal unsure tersebut, yaitu subjek dan predikat gramatikalnya. Yang dimaksud dengan tema adalah apa yang dibicarakan, sedangkan rema adalah apa yang dikatakan mengenai teman. Setiap kalimat mengandung unsure tema dan rema.
Nenek melirik  kakek
Kakek  melirik  nenek
This argument I can’t follow.
Subjek gramatikalnya adalah I, sedangkan this argument adalah objek gramatikal. Tetapi, menurut pandangan aliran Praha, this argment adalah subjek psikologis atau tema, sedangkan I can’t follow adalah objek psikologis atau rema. Bagaimana tema dan rema pada kalimat berikut ?
I can’t follow this argument
Dalam kalimat tersebut subjek grmatikal dan tema menduduki tempat yang sama.
Demikianlah serba singkat pandangan aliran Praha ini mengenai fonologi dan sintaksis.

3.    Aliran Glosematik
Aliran Glosematik lahir di Denmark, tokohnya antara lain Louis Hjemslev (1899-1965), yang meneruskan ajaran Ferdinand de Saussure.
Analisis bahwa dimulai dari wacana kemudian ujaran itu dianalisis atas konsisten-konsisten yang mempunyai hubungan pragdimatis dalam rangka forma (hubungan gramatika intern), substansi (kategori ekstern dari objek material), ungkapan (medium verbal atau grafis), dan isi (makna). Prosedur yang bersifat analitis dan semi aljabar ini menhasilkan satu dasar yang disebut glosem, yang mempunyai pengertian kurang lebih sama dengan morfem menurut teori Bloomfield. Hjemslev teori bahasa haruslah bersifat sembarang saja, artinya aharus mempunyai suatu sitem deduktif semata-mata. Secara tersendiri untuk dapat memeperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul dar pemis-premisnya.
Sejalan dengan pendapat de Saussure, Hjmslev manggap bahwa itu mengandung dua segi, yaitu segi ekspresi (menurut de Saussure : signifikan) dan segi isi (menurut de Saussure : signifie). Masing-masing segi mengandung forma dan substansi, sehingga diperoleh (1) forma ekspresi, (2) substansi ekspresi, (3) forma isi, dan (4) substansi isi.
Sebagimana de Saussure, maka Hjemslev juga menganggap bahasa sebagi suatu system hubungan dan mengakui adanya hubungan sintagmatik dan hubungan paraigmatik.

4.    Aliran Firthian
Nama John R. firth (1890-1960) guru besar pada Universitas London sangat terkenal dengan teorinya mengenai fonologi prosodi. Karena itulah, aliran yang dikembangkan dikenal dengan nama Aliran Prosodi, tetapi di samping itu diknal pula dengan nama Aliran Firth, atau Aliran Firthian, atau Aliran London.
Fonologi Prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Fonologi prosodi terdiri dari satu-satuan fonematis dan satuan prosodi. Satu-satuan fonematis berupa unsure-unsur segmental, yaitu konsonan dan vocal, sedangkan satuan prosodi berupa cirri-ciri atau sifat-sifat struktur yang lebih panjang dari pada suatu segmen tunggal. (1)Prosodi yang menyangkut gabungan fonem : struktur kata, struktur suku kata gabungan konsonan, dan gabungan vocal, (2) prosodi yang terbentuk oleh sendi atau jeda, dan (3) prosodi yang realisasi fonetisnya melampaui satuan yang lebih besar dari pada fonem-fonem suprasegmental.
Firth juga terknal dengan pandangannya mengenai bahasa. Pandangannya mengenai bahasa dapat kit abaca dalam bukunya yang berjudul The Tongues of Man and Speech (1934) dan Papers in Linguistics (1951). Firth berpendapat telaah bahasa harus memperhatikan komponen sosiologis.

5.    Linguistik Sistemik
Nama aliran Linguistik sistemik tidak dapat dilepaskan dari nama M.A.K. Halliday, yaitu salah seorang murid Firth yang mengembangkan teori Firth mengenai bahaa, khususnya yang berkenaan dengan segi kemasyarakatan bahasa. Sebagai penerus Firth dan berdasarkan karangannya Categories of the Theory of Grammar, maka teori yang dikembangkan oleh Halliday dikenal dengan nama Neo-Firthian Linguistics. Namun, kemudian ada nama baru, yaitu Systemic Linguistics.
Pertama, SL memberikan perhatian penuh pada segi kemasyarakatan bahasa, terutama mengenai fungsi kemasyarakatan bahasa dan bagaimana fungsi kemasyarakatan itu terlakasana dalam bahasa.
Kedua, SL memandang bahasa “pelaksana”. SL mengakui pentingnya pembedaan langue dari parole (seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure). Parole merupakan perilaku kebahasaan yang sebenarnya, sedangkan langue adalah jajaran pikiran yang dapat dipilih oleh seorang penutur bahasa.
Ketiga, SL lebih mengutamakan pemerian cirri-ciri bahasa tertentu beserta variasi-variasinya, tidak atau kurang tertarik pada semestaan bahasa.
Keempat, SL mengenal adanya gradasi atau kontinum. Batas butir-butir seringkali tidak jelas. Misalnya saja tentang bentuk-bentuk yang gramatikal dan yang tidak gramatikal. Skala kegramatikalan tidak terbagi atas “gramatikal” dan “tidak gramatikal”, seperti terlihat pada bagan. Melainkan lebih rumit sperti terlihat pada bagan.






 








 












Kelima, SL menggambarkan tiga tataran utama bahasa sebagai terlihat pada bagan berikut :
SUBSTABSI
FORMA
SITUASI
Substansi fonik
Substansi garis
Fonologi
Grafologi
Leksis gramatikal
Konteks
Tesis situasi langsung situasi luas


Yang dimaksud dengan substansi adalah bunyi yang kita ucapkan waktu kita bicarakan dan labang yang kita gunakan waktu kita menulis. Substansi bahas lisan disebut substansi fonis, sedangkan substansi bahas tulis disebut substansi garis. Sedangkan yang dimaksud forma adalah susunan substansi dalam pola yang bermakna. Forma ini terbagi dua, yaitu (1) leksis, yakni yang menyangkut butir-butir lepas bahasa dan pola tempat butir-butir itu terletak. (2) gramatika , yakni yang menyangkut kelas-kelas butir bahasa dan pola-pola tempat terletaknya butir bahasa tersebut. Situasi meliputi tesis, situasi langsung, dan situasi luas. Yang dimaksud dengan tesei suatu tuturan adalah apa yang sedang dibicarakan. Situasi langsung adalah situasi pada waktu suatu tuturana benar-benar diucapkan orang. Sedangkan situasi luas dari suatu tutura menyangkut semua pengalaman pembicara atau penulis yang memepngaruhi untuk memakai tuturan yang diucapnya atau ditulisnya.
Selain ketiga tataran utama itu, ada dua tataran lain yang menghubungkan tataran-tataran utama. Yang menghubungkan substansi fonik dengan forma adalah fonologi, dan yang menghubungkan substansi grafik dengan forma adalah grafologi, sedangkan yang menghubungkan forma dengan situasi disebut konteks.


  1. Leonard Bloomfield dan Strukturalis Amerika
Nama Leonard Bloomfield (1877-1949) sangat terkenal karena bukunya yang berjudul Language (terbit peratama kali 1933)., dan selalu dikaitkan dengan aliran strukturan Amerika. Istilah strukturalisasi sebanrnya dapat dikenakan pada semua aliran linguistic, sebab semua aliran linguistic pasti berusaha menjelaskan seluk-beluk bahasa berdasarkan strukturnya.
Pertama, pada masa itu para linguis di Amerika menghadapi masalah yang sma, yaitu banyak sekali bahasa Indian di Amerika yang belum diperikan.
Kedua, sikap Bloomfield yang menolak menialistik sejalan dengan iklim yang berkembang pada masa itu di Amerika, yaitu flsafat behaviorisme. Oleh karena itu, dalam memerikan bahasa aliran strukturalisme ini selalu mendasarkan diri pada fakta-fakta objektif yang dapat dicocokan dengan kenyataan-kenyataan yang dapat diamti. Juga tidak mengeharnkan kalau masalah makna atau arti kurang mendapat perhatian. Malah ada linguistic Amerika yang sangat terpengaruh oleh Bloomfield bertindak lebih jaug lagi dengan meninggalkan makna sama sekali. Misalnya, Zelling S. Harris dengan bukunya Scruktural linguistic.
Ketiga, diantara linguis-lingui itu ada hubungan yang baik, karena adanya The Lingustik Society of America, yang menerbitkan majalah Language; wadah tempat melaporkan hasil kerja mereka.
Satu hal menarik dan merupakan cirri aliran strukturalis Amerika  ini adalah cara kerja mereka yang sangat menekankan pentingnya data yang objektif untuk memerikan suatu bahasa. Penedekatnnya bersifat empiric. Data dikumpulkan secara cermat, setapak demi setapak. Bentuk-bentuk satuan bahasa (fonologi, morfologi dan sintaksis) dikalsifikasikan berdasarkan distribusinya. Oleh akrena itu, mereka sering juga disebut kaum distribusionalis. Sebagai contoh penerapan distribusi dalam klasifikasi bentuk-bentuk kata yang dapat didahului oleh frase “dengan …”, dan kata sifat adalah kata yang dapat didahului oleh kata “sangat” atau kata “paling”. Maka, dengan dasar itu dapat dikatakan bahwa kata mati adalah kata kerja, sebab dapat menjadi frase mati dengan tenang. Sedangkan kata lincah adalah kata sifat, karena dapat menjadi frase sangat lincah atau paling lincah. Padahal menurut “pengertian” kata mati tidak menyatakan suatu ‘kegiatan’, melainkan menyatakan suatu ‘keadaan’. Sebaliknya kata lincah tidak menyatakan ‘keadaan’ melainkan suatu ‘kegiatan’.
Aliran strukturalis yang dikembangkan Bloomfield dengan para pengikutnya sering juga disebut aliran taksonomi, dan aliran Bloomfieldian atau post-Bloomfieldian, karena bermula atau bersumber pada gagasan Bloomfield. Aliran ini menganalisis dan mengkalasifikasikan unsure-unsur bahasa berdasarkan hubungan hierarkinya. Miasalnya, digunakan teknik Immediate Constituens Analysis (IC analysis) untuk melihat unsure-unsur langsung yang membangun kalimat tersebut . kakek membaca Koran bekas disajikan dlam bentuk kotak dengan tata urut sebagi berikut :
Kakek         membaca           Koran           bekas
                    membaca           Koran           bekas
                                              Koran           bekas




           







 













Dengan diagram di atas kita dapat dengan mudah bisa melihat hubungan yang mecangkup atau tercangkup antara unsure-unsur dalam suatu kalimat atau satu bahasa lainnya.

  1. Aliran Tagmemik
Aliran tagmemik dipelopori oleh Kenneth L. Pike, seorang tokoh dari Summer Institute of Linguistics, yang mewarisi pandangan-pandanagn Bloomfield, sehingga aliran ini juga bersifat strukturalis, tetapi juga antropologis. Menurut aliran ini satuan s\dasar sintaksis adalah tagmen (kata ini berasal dari bahsa Yunani yang berarti ‘susunan).
Yang dimaksud dengan tagmen adalah korelasi anatara gramaikal atau slot dengan seklompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk mengisi slot tersebut. Misalnya, dalam kalimat Pena itu berada diatas meja, bentuk pena itu mengisi fungsi subjek, dan tagmem subjeknya dinyatakan dengan pena itu. Menurut Pike satuan dasar sintaksis tidak dapat dinyatakan dengan fungsi-fungsi saja, sperti subjek + Predikat + objek dan tidak dapat dinyatakan denganderetan bentuk-bentuk saja, seperti Frase Benda. Melainkan harus diungkapkan bersama dalam rentetan rumus seperti.
S;FN + P:FV + O:FN
                        Rumus tersebut dibaca fungsi subjek diisi oleh frase nominal diikuti oleh fungsi predikat yang diisi oleh frase verbal, dan diikuti pula oleh fungsi objek yang diisi oleh frase nominal.
                        Dalam perkembangan selanjtnya malah kedua unsure tagmem itu, yaitu fungsi dan bentuk (atau kategori pengisi fungsi) perlu ditambah pula dengan unsure peran (atau pengisi makna), dan kohesi (keterikatan antara satuan-satuan lingual) yang memebentuk jalinan erat.
fungsi
kategori
Peran
kohesi

            Dengan demikian kalau kalimat “Saya menulis surat dengan pensil” dianalisis secara tagmatik, akan menjadi sebagai berikut:













 





            Keterangan :
            .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar