Minggu, 15 Januari 2012

Dua Pulau

Pulau satu indah Nampak dimata
Kujelajahi indahnya
Kunikmati kesejukannya
Kuhayati semua yang ada

Pulau dua pun sama indahnya
Kujelajahi pula indahnya
Kunikmati pula kesejukannya
Kuhayati pula semua yang ada

Dua pulau sungguh tak dapat kupungkiri
dahsyatnya
Terbelalak aku melihatnya
Tak dapat ku jauhkan
Pandangan mataku
Dua pulau itu seakan menyihirku
Aku sampai terbelalak melihatnya

Tak mampu aku membedakannya
Dua pulau itu teramat indah

Rasanya ingin ku berada di dua pulau itu
Ingin ku miliki itu semua

Tapi tak bisa
Tetap dua pulau terpisah
Aku harus tetap melotre
Pulau mana yang akan ku pilih
Akan ku singgahi
Akan ku tempati.

karya: Caringin, M.Pd.

Pastikanlah Cintamu

Cinta bukanlah mainan yang bisa kau gerakan semaumu
Cinta bukanlah boneka yang bisa kau atur semaumu
Cinta adalah konsistensi hati
Labuhkanlah cintamu karena hati, bukan karena nafsu
Atau keinginan sesaat
Jagalah kesucian cinta
Agar kau bisa dijaga oleh CINTA.

karya: Caringin, M.Pd.

Inilah hidup

Hidupku memang begini adanya
Tak tahu apa yang akan terjadi
Kadang ku temui bunga mawar yang indah
Kadang ku temui pecahan kaca
Yang melukai

Hidup memang begini adanya
Ya inilah hidup
Hidup ini seperti rangkaian elektronik
Yang rumit
Membutuhkan kejelian
Agar mengetahui tiap rangkaiannya

Kesal menjalani hidup
Wajar
Benci menjalani hidup
Tak aneh

Dinamika hidup akan terus berjalan
Tak akan pernah bisa menghindar

karya: Caringin, M.Pd.

Cinta oh cinta

aku cinta kepadanya
aku sayang kepadanya
ingin kuberikan apa yang ku punya
akan ku lakukan apapun demi dia
janjiku yang selalu ku ucapkan
dalam hati

sungguh segar aku melihat parasnya
sungguh senang aku melihat senyumnya
sungguh terpukau aku melihat keanggunannya
sungguh dialah yang aku inginkan

tapi aku benci pada diriku
aku seperti orang yang tak bernyali
ataukah aku memang dilahirkan tanpa nyali
tak sanggup aku berkata
aku cinta padamu

terlambat semua penyesalan itu
kini gadis yang slalu ku harapkan
tlah jadi kasih orang lain
tak ada setitik harapan bagiku
untuk menyentuh cintanya
 


karya: Caringin, M.Pd.

Sabtu, 07 Januari 2012

MK. Patologi


Tugas Kelompok MK. Patologi
Dosen : Asep Sufyan Ramadhy
Di susun oleh : 1. Asep Triana
                        2. Nawang Sari Kusuma Putri
                        3. Riki Gunawan
                        4. Saatriyadi
                        5. Tri Eka Marfiana
                        6. Wahyulin

1.      Perbedan Antara Bakteri dan Virus Bakteri Berkembang Biak Dengan Membelah Diri dan Virus Berkembang Biak Dengan Memanipulasi Sel Virus Pada Saat Terkena Infeksi Virus.
2.      Virus masuk ke dalam tubuh dan menginfeksi tubuh dengan cara yang berbeda :
·         Ada virus yang tidak langsung menyerang sel inang. Melainkan virus tersebut tidur terrlebih dahulu ( dorman ) missal pada virus.
·         Virus ada yang langsung berada pada organ sasaran ada juga yang harus berajalan dari tempat infeksi ke tempat sasaran.
·         Dari masa inkubasi, untuk masa inkubasi lama tidak tampak gejala klinis dan tak berbentuk virus infektif.
3.      Virus-virus yang bersifat onkegenik :
Sebagian besar virus telah terbukti bersifat onkogenik yakni :
·         Human Papilloma Virus (HPV) yang ditularkan lewat hubungan seksual menyebabkan kanker leher rahim.
·         Virus Hepatitis B dan C menyebabkan kanker hati beberapa tahun setelah terinfeksi virus ini.
·         Human T- Cell Leukemia/ Lymphoma Virus menyebabkan kanker getah bening.
·         Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat meningkatkan terjadinya semua jenis kanker, terutama kanker getah bening (lymphoma)
·         Eipstein - Barr Virus (EBV) menyebabkan terjadinya kanker getah bening (lymphoma).
·         Human Herpes Virus 8 (HHV 8) menyebabkan terjadinya sarcoma kaposi.
·         Helicobacter pylori menyebabkan luka di lambung dan dapat meningkatkan risiko terkena kanker lambung dan limfoma di sekitar lambung.
4.      Infeksi iatrogenik : infeksi yang di akibatkan masuknya organisme ke jaringan tubuh karena terbawa oleh pelantara (peralatan atau bahan yang digunakan pada waktu pelayanan kesehatan).
Infeksi oportunistik : adalah infeksi yang disebabkan oleh organisme yang biasanya tidak menyebabkan penyakit pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang normal, tetapi dapat menyerang orang dengan sistem kekebalan tubuh yang buruk. Mereka membutuhkan "kesempatan" untuk menginfeksi seseorang.
Perbedaan :
Contohnya : Contoh dari infeksi oportunistik : Tuberkulosis (TB)
Contoh dari infeksi iatrogenic : HIV
5.      Jejas (injury): trauma/luka
Pada tubuh yg normal terjadi keseimbangan (homeostasis) maupun koordinasi dlm mempertahankan keadaan fungsi normalnya.
Organ tubuh berdiferensiasi menjadi unsur penting disebut parenkim dan yg bersifat sebagai penyangga disebut stroma. Substansi interseluler dalam jaringan disebut matrik
4 macam sel berdasarkan fungsinya
1.      Sel jaringan epitel (ikatan antar sel erat, tdk dpt dilalui cairan), mensekresi ke perm langsung (mukosa); sebagian melalui sistem ductus/kelenjar (eksokrin); sebagian langsung ke darah (endokrin)
2.      Sel jaringan penghubung: mamproduksi substansi matriks ekstraseluler, bersifat protein, tugas:
a.       Menopang membrana basalis, bersama zat yg mrp produk gol lain  membentuk sel lemak, sel otot polos, sel tulang rawan, sel tulang.
b.       Memproduksi, memodifikasi dan remodeling tulang dan tulang rawan.  Dlm hal ini fibroblast berdiferensiasi menjadi osteoblas, osteosit, chondroblas dan chondrosit. Sel darah: eritrosit, Leukosit (monosit, netrofil, basofil, eosinofil)
3.      Sel jaringan otot: gerak kontraktil t.d: 1. otot skelet (rangka), corak/lurik serat lintang, 2. otot jantung, 3. otot polos, 4. mio-epitel (extoderm)
4.      Sel jaringan saraf di bagi 4 (iritabilitas & kapasitas hantaran impuls). Fungsi: Isolator tiap neuron (oligodendroglia), pemusnah debri-iritans (mikroglia), sawar jaringan otak dan repair (astrosit)
Variabel jejas meliputi: jenis (quality), intensitas dan periode
·         Jenis jejas:
1.      endogen: bersifat defek genetik, faktor imun, produksi hormonal tidak adekuat, hasil metabolisme tidak sempurna, proses menjadi tua.
2.      eksogen: agen kimiawi (zat kimia, obat (intoksikasi/hipersensitivitas); agen fisik(trauma, ionisasi, radiasi, listrik, suhu); agen biologik (infeksi mikroorganisme, virus, parasit, dsb).
·         Reaksi sel terhadap jejas, dpt berakibat berbeda-beda, berdasar:
1.      intensitas dan periode jejas maka akan terjadi adaptasi yaitu penyesuaian terhadap lingkungannya.
·         Sel yg terkena jejas dpt mengalami kerusakan yg sifatnya:
1.      Reversibel: dapat mengalami serangkaian perubahan dua arah (dapat kembali seperti semula)
2.      Ireversibel: Tidak dapat kembali seperti keadaan semula.
  1. Perbedaan antara imunitas non spesifik dan spesifik adalah imunitas non spesifik berespons dengan cara yang sama pada paparan berikutnya dengan mikroba, sedangkan imunitas spesifik akan berespons lebih efisien karena adanya memori imunologik
Contoh :
  1. Imunitas seluler merupakan bagian dari respons imun didapat yang berfungsi untuk mengatasi infeksi mikroba intraseluler. Imunitas seluler diperantarai oleh limfosit T. Terdapat 2 jenis mekanisme infeksi yang menyebabkan mikroba dapat masuk dan berlindung di dalam sel. Pertama, mikroba diingesti oleh fagosit pada awal respons imun alamiah, namun sebagian dari mikroba tersebut dapat menghindari aktivitas fagosit. Bakteri dan protozoa intraseluler yang patogen dapat bereplikasi di dalam vesikel fagosit. Sebagian mikroba tersebut dapat memasuki sitoplasma sel dan bermultiplikasi menggunakan nutrien dari sel tersebut. Mikroba tersebut terhindar dari mekanisme mikrobisidal. Kedua, virus dapat berikatan dengan reseptor pada berbagai macam sel, kemudian bereplikasi di dalam sitoplasma sel. Sel tersebut tidak mempunyai mekanisme intrinsik untuk menghancurkan virus. Beberapa virus menyebabkan infeksi laten, DNA virus diintegrasikan ke dalam genom pejamu, kemudian protein virus diproduksi di sel tersebut.
Imunitas selular pada infeksi virus Imunitas selular pada infeksi virus sangat berperan pada penyembuhan yaitu untuk melisis sel yang sudah terinfeksi. Ruam kulit pada penyakit campak, lesi kulit pada penyakit cacar dan herpes simpleks juga merupakan reaksi tipe IV dan lisis oleh sel Tc.
8.      Identifikasi
a.       Hipersensitivitas Tipe I
Nama Lain:
·         Reaksi Alergi
·         Reaksi anafilaksis
·         Reaksi Cepat
Ikatan Antigen-antibodi pada sel Mast atau basofil sehingga timbul degranulasi mediator
Contoh penyakit:
·         Asma
·          rinitis alergika
·         Urtikaria
·         dermatitis atopika
9.      Kondisi yang mempermudah terjadinya infeksi oportunistik antaralain :
·         Kekurangan gizi
·         ecenderungan geneticka
·         Kerusakan kulit
·         Perawatan antibiotik
·         Prosedur medikal
10.  Penyakit autorinum dan contohnya : penyakit yang terjadi ketika jaringan-jaringan tubuh diserang oleh system imunnya sendiri
Contoh : Lupus,
11.  Pengerian thrombosis : ialah benda yang tersusun oleh dan dari unsur-unsur darah di dalam pembuluh darah atu jantung sewaktu masih hidup.
Emboli : ialah suatu benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah. Benda tersebut ikut terbawa oleh aliran darah dan berasal dari suatu tempat lain dari pada susunan sirkulasi darah. Perosesnya disebut embolisme (embolism).
Infark : ialah nekrosis iskhemik setempat akibat insufisiensi sirkulasi darah. Biasanya akibat sumbatan aliran arterial,kadang-kadang juga dapat terjadi akibat obstruksi vena.
Kongesti vena : yang di maksud hiperemi atau kongesti atau bendungan ialah suatu keadaan yang disertai meningkatnya volume darah dalam pembuluh yang melebar pada suatu alat bagian tubuh.
Edema : pada umumnya edema berarti meningkanya volume cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler disertai dengan penimbunan cairan ini dalam sela-sela jaringan dan rongga serosa.dapat bersifat setempat atau umum.
Syok : ialah suatu keadaan yang disebabkan oleh defisiensi sirkulasi akibat disparitas (ketidakseimbangan) antara volume darah dengan ruang susunan vaskuler.
12.  Organ-organ yang sering mengalami thrombosis antara lain :
a.       Atherosclerosis,yaitu suatu kelainan degenerative pada dinding pembuluh,sehingga intima menjadi tidak rata.
b.      Radang pembuluh darah seperti pada polyarteritis nodosa,thromboangilitis obliterans (penyakit winiwater-Buerger)thrombophlebitis.
13.  Organ yang sering mengalami Infark antara lain :
a.       Otak : tergantung kepada lokalisasi yang luasnya, dapat menimbulkan keadaan kesadaran yang menghilang, aphasia, kelumpuhan dan kebutaan.
b.      Jantung : dapat pula terjadi gangguan fungsi, seperti gangguan konduktif, payah jantung yang mendadak dan shock kardial.
c.       Ginjal : timbul hematuria.
14.  Edema limfatik 
Filariasis (kaki gajah) disebabkan oleh infeksi cacing yang menyerang jaringan viscera ( deeper tissue ), pa-rasit ini termasuk kedalam superfamili Filaroidea, family onchorcercidae. Menurut lokasi kelainan yang ditimbulkan, terdapat dua golongan filariasis, yaitu yang menimbulkan kelainan pada saluran limfe  ( fi-lariasis limfatik )  dan jaringan subkutis (filariasis subkutan).
Penyebab utama filariasis limfatik adalah  Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori; se-dangkan filariasis subkutan disebabkan oleh Onchorcercia spp. Filariasis limfatik yang disebabkan oleh W.bancrofti disebut juga sebagai Bancroftian filariasis dan yang oleh Brugia malayi disebut sebagai Malayan filariasis. Filariasis limfatik ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles spp.,Culex spp., Aedes spp. dan Mansonia spp.
Edema local
Edema yang bersifat lokal seperti terjadi hanya di dalam rongga perut (hydroperitoneum atau ascites), rongga dada (hydrothorax), di bawah kulit (edema subkutis atau hidops anasarca), pericardium jantung (hydropericardium) atau di dalam paru-paru (edema pulmonum). Sedangkan edema yang ditandai dengan terjadinya pengumpulan cairan edema di banyak tempat dinamakan edema umum (general edema).
Cairan edema diberi istilah transudat, memiliki berat jenis dan kadar protein rendah, jernih tidak berwarna atau jernih kekuningan dan merupakan cairan yang encer atau mirip gelatin bila mengandung di dalamnya sejumlah fibrinogen plasma.
15.  Syok hemoragik Gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan aleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (beberapa detik) atau secara cepat (beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal diotak yang terganggu (Djunaedi W, 1992).
Syok hipovolemik Syok hipovolemik adalah suatu keadaan akut dimana tubuh kehilangan cairan tubuh, cairan ini dapat berupa darah, plasma, dan elektrolit (Grace, 2006). Syok hipovolemik adalah suatu keadaan dimana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga dapat mengakibatkan multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat



 
 

oksigenasi


OKSIGENASI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia dan  salah satu zat adiktif  berbahaya yang di muka bumi. Seluruh manusia kecanduan zat ini sejak lahir, lima menit saja tanpa menghirup zat ini, manusia akan ketagihan dengan ciri mengap-mengap dan akhirnya meninggal dunia. Oksigen atau zat asam merupakan unsur kimia dalam system table periodic yang mempunyai lambang O atom 8. Ia merupakan unsure golongan kalkogen dan dapat dengan mudah berreaksi dengan hampir semua unsur lainnya (utamanya menjadi Oksida), pada temperatur dan tekanan standar, 2 atom unsur ini berikatan menjadi dioksigen yaitu senyawa gas diatomic dengan rumus O2 yang tidak bewarna, tidak berrasa dan tidak berbau. Oksigen merupakan unsur paling melimpah ketiga di alam semesta, berdasarkan massa dan unsur paling melimpah di kerak bumi. Gas oksigen mengisi 21 % volume bumi.

Oksigenasi adalah penambahan oksigen ke dalam system tubuh. saat bernapas, tubuh mengambil oksigen dari lingkungan untuk kemudian di angkut ke seluruh tubuh meleluui darah guna di lakukan pembakaran.








1.2  Rumusan Masalah

Skenario I

Nn. M (16th) saat ini dirawat di RS ruang penyakit dalam (2 jam yang lalu) karena menderita sesak nafas. Klien merasakan sesak nafas, dalam 3 minggu terakhir klien mendapat serangan sesak nafas seperti ini sudah 3 kali, tetapi biasanya dengan minum obat warung dan dengan menenangkan diri sesaknya berkurang. Sejak 2 hari sebelum masuk RS, Klien mengalami sesak, klien sudah minum obat seperti biasanya tetapi tidak ada perubahan, bahkan sesak semakin bertambah. Selain sesak klien juga mengalami batuk terus menerus yang membuat klien semakin lelah. Batuk klien produktif, dengan secret yang kental berwarna putih, klien sedikit nyaman dengan posisi duduk tegak.
Dari hasil pemeriksaan fisik di dapatkan : RR : 28 x/mnt, konjungtiva anemis, bibir pucat dan mukosa mulut kering, tampak menggunakan otot nafas intercostalis internus, vocal premitus kanan dan kiri sama pada anterior dan posterior, suara sonor pada semua lapang paru, di dapatkan ronchi basah dan wheezing pada semua lapang paru, suara bronchial expirasi diperpanjang.
Klien sering mengalami sesak seperti ini sejak usia 5 th, tetapi klien jarang sekali dirawat, karena biasanya teratasi dengan istirahat, Kaka klien jika berada di udara dingin mengalami gatal-gatal dan bentol pada kulitnya dan ibu klien dulu mempunyai riwayat seperti klien, tetapi sekarang tidak pernah mengalami serangan lagi.
Di UGD klien mendapakan terapi Nebulezer : (Atrovent 1cc + Barotec 1cc + Bisolvon 1cc) dan Nacl 0,9% 6cc dan Aminopillin 1 amp dalam cairan RL 500 cc 20 tts/Mnt.

1.3  Tujuan

1.      Untuk mempertahankan oksigen yang ade kuat pada jaringan
2.      Untuk menurunkan kerja paru-paru
3.      Untuk menurunkan kerja jantung



BAB II

PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Oksigenasi
Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21 % pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh.
2.2  Tujuan Pemberian Oksigenasi

1.      Untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah.
2.      Untuk Menurunkan kerja nafas dan menurunkan kerja miokard.

2.3    Anatomi Sistem Respirasi
A.    Saluran Nafas Atas
1.      Hidung
• Terdiri atas bagian eksternal dan internal
• Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago
• Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum
• Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung
• Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia
• Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru
• Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru
• Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia
2.      Faring
• Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring
• Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan laring (laringofaring)
• Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif
3.      Laring
• Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea
• Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :
- Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan
- Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
- Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun (Adam’s apple)
- Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak di bawah kartilago tiroid)
- Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid
- Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring)
• Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi
• Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batu
4.      Trakea
• Disebut juga batang tenggorok
• Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina



B.     Saluran Nafas Bawah
1.      Bronkus
• Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri
• Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus)
• Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental
• Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf
2.      Bronkiolus
• Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
• Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas
3.      Bronkiolus Terminalis
• Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)
4.      Bronkiolus respiratori
• Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
• Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas
5.      Duktus alveolar dan Sakus alveolar
• Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar
• Dan kemudian menjadi alveoli
6.      Alveoli
• Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2
• Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2
• Terdiri atas 3 tipe :
- Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli
- Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)
- Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan
7.      PARU
• Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut
• Terletak dalam rongga dada atau toraks
• Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar
• Setiap paru mempunyai apeks dan basis
• Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris
• Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus
• Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya
8.      PLEURA
• Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
• Terbagi mejadi 2 :
- Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
- Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru
• Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru
• Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah kolap paru-paru

2.4    Fisiologi Sistem Respirasi
Bernafas / pernafasan merupkan proses pertukaran udara diantara individu dan lingkungannya dimana O2 yang dihirup (inspirasi) dan CO2 yang dibuang (ekspirasi).
Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu :

1.      Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru atau sebaliknya.
Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan tekanan antara udara atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi, dada ,mengembang, diafragma turun dan volume paru bertambah. Sedangkan ekspirasi merupakan gerakan pasif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi :
a. Tekanan udara atmosfir
b. Jalan nafas yang bersih
c. Pengembangan paru yang adekuat
2.               Difusi yaitu pertukaran gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveolus dan kapiler paru-paru.
Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang bertekanan/konsentrasi lebih besar ke darah dengan tekanan/konsentrasi yang lebih rendah. Karena dinding alveoli sangat tipis dan dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat rapat, membran ini kadang disebut membran respirasi.
Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing sisi membran respirasi sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal gradien tekanan oksigen antara alveoli dan darah yang memasuki kapiler pulmonal sekitar 40 mmHg.
Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi :
a. Luas permukaan paru
b. Tebal membran respirasi
c. Jumlah darah
d. Keadaan/jumlah kapiler darah
e. Afinitas
f. Waktu adanya udara di alveoli
3.                Transpor yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke sel-sel jaringan tubuh dan sebaliknya karbondioksida dari jaringan tubuh ke kapiler.
Oksigen perlu ditransportasikan dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida harus ditransportasikan dari jaringan kembali ke paru-paru. Secara normal 97 % oksigen akan berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah dan dibawa ke jaringan sebagai oksihemoglobin. Sisanya 3 % ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel-sel.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transportasi :
a. Curah jantung (cardiac Output / CO)
b. Jumlah sel darah merah
c. Hematokrit darah
d. Latihan (exercise)
2.5    Respirasi Oksigenasi
respirasi1Untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh, diperlukan oksigen sebagai salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme, yang diperoleh dengan proses pernafasan. Agar oksigen sampai ke tingkat sel ada beberapa sistem tubuh yang ikut terlibat didalamnya, mulai dari sistem respirasi, sistem kardiovaskuler dan keadaan hematologis.






Jika terjadi kekurangan oksigen yang ditandai dengan keadaan hipoksia, dalam beberapa menit dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan. Dalam situasi seperti ini, diharapkan kompetensi perawat untuk segera mengatasi masalah ini.
Dalam memberikan asuhan keperawatan tentang pemberian terapi oksigen, diperlukan dasar pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya oksigen melalui proses respirasi, indikasi pemberian oksigen, cara pemberian oksigen, serta bahaya-bahayanya.

Respirasi

Respirasi merupakan proses pertukaran gas yang keluar masuk saluran pernafasan yang melibatkan sistem kardiovaskuler dan kondisi hematologis.
Kandungan oksigen di udara bebas (atmosfir) mengandung konsentrasi sebesar 21 %, melalui mekanisme ventilasi akan masuk ke alveoli kemudian terjadi proses pertukaran gas yang disebut proses difusi. Difusi adalah suatu perpindahan/ peralihan O2 dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah dimana konsentrasi O2 yang tinggi di alveoli akan beralih ke kapiler paru dan selanjutnya didistribusikan melalui darah dalam 2 (dua) bentuk yaitu :
1. 1,34 ml O2 terikat dengan 1 gram Hemoglobin (Hb) dengan persentasi kejenuhan yang disebut dengan “Saturasi O2” (SaO2),
2. 0,003 ml O2 terlarut dalam 100 ml plasma pada tekanan parsial O2 di arteri (PaO2) 1 mmHg.
Kedua bentuk pengangkutan ini disebut sebagai kandungan O2 atau “Oxygen Content” (CaO2) dengan formulasi :
CaO2 = (1,34 x Hb x SaO2) + (0,003 x PaO2)
Sedangkan banyaknya O2 yang ditransportasikan dalam darah disebut dengan “Oxigen Delivery” (DO2) dengan rumus :
DO2 = (10 x CaO2) x CO
Yang mana CO adalah “Cardiac Output” (Curah Jantung). Curah jantung sangat tergantung kepada besar dan ukuran tubuh, maka indikator yang lebih tepat dan akurat adalah
dengan menggunakan parameter “Cardiac Index” (CI). Oleh karena itu formulasi DO2 yang lebih tepat adalah :
DO2 = (10 x CaO2) x CI
Selanjutnya O2 didistribusikan ke jaringan sebagai konsumsi O2 (VO2) Nilai VO2 dapat diperoleh dengan perbedaan kandungan O2 arteri dan vena serta CI dengan formulasi sebagai berikut :
VO2 = (CaO2 – CvO2) x CI
Selain faktor difusi dan pengangkutan O2 dalam darah maka faktor masuknya O2 kedalam alveoli yang disebut sebagai ventilasi alveolar.

Ventilasi Alveolar

Ventilasi alveolar merupakan salah satu bagian yang penting karena O2 pada tingkat alveoli berperan utama dalam proses difusi. Besarnya ventilasi alveolar berbanding lurus dengan banyaknya udara yang masuk keluar paru, laju nafas, udara dalam jalan nafas serta keadaan metabolik.
Banyaknya udara keluar masuk paru dalam setiap kali bernafas disebut sebagai “Volume Tidal” (VT) yang bervariasi tergantung pada berat badan. Nilai VT normal pada orang dewasa berkisar 500 – 700 ml dengan menggunakan “Wright’s Spirometer”.


Volume nafas yang berada di jalan nafas dan tidak ikut dalam pertukaran gas disebut sebagai “Dead Space” (VD) (Ruang Rugi) dengan nilai normal sekitar 150 - 180 ml yang terbagi atas tiga yaitu :
1. Anatomic Dead Space,
2. Alveolar Dead Space,
3. Physiologic Dead Space.
Anatomic Dead Space yaitu volume nafas yang berada di dalam mulut, hidung dan jalan nafas yang tidak terlibat dalam pertukaran gas.
Alveolar Dead Space yaitu volume nafas yang telah berada di alveoli, akan tetapi tidak terjadi pertukaran gas yang dapat disebabkan karena di alveoli tersebut tidak ada suplai darah. Dan atau udara yang ada di alveoli jauh lebih besar jumlahnya dari pada aliran darah pada alveoli tersebut.
Ventilasi alveolar dapat diperoleh dari selisih volume Tidal dan ruang rugi, dengan laju nafas dalam 1 menit.
VA = (VT – VD) x RR
Sedangkan tekanan parsial O2 di alveolar (PaO2) diperoleh dari fraksi O2 inspirasi (FiO2) yaitu 20,9 % yang ada di udara, tekanan udara, tekanan uap air, tekanan parsial CO2 di arteri (PaCO2).
PaO2 = FiO2 (760 – 47) – (PaCO2 : 0,8)
Demikian faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi dimana respirasi tidak saja pertukaran gas pada tingkat paru (respirasi eksternal) tetapi juga pertukaran gas yang terjadi pada tingkat sel (respirasi internal).


2.6    Faktor Yang Mempengaruhi Oksigenasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi adalah :
1.      Tahap Perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang kecil dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang berkurang dengan proporsi terhadap diameter transversal. Pada orang dewasa thorak diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada bentuk thorak dan pola napas.
2.      Lingkungan
Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi. Makin tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian memiliki laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman pernapasan yang meningkat. Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan berdilatasi, sehingga darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah panas yang hilang dari permukaan tubuh akan mengakibatkan curah jantung meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Pada lingkungan yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh darah perifer, akibatnya meningkatkan tekanan darah yang akan menurunkan kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen.
3.      Gaya Hidup
Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan dan denyut jantung, demikian juga suplay oksigen dalam tubuh. Merokok dan pekerjaan tertentu pada tempat yang berdebu dapat menjadi predisposisi penyakit paru.
4.      Status Kesehatan
Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler kadang berakibat pada terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh. Selain itu penyakit-penyakit pada sistem pernapasan dapat mempunyai efek sebaliknya terhadap oksigen darah. Salah satu contoh kondisi kardiovaskuler yang mempengaruhi oksigen adalah anemia, karena hemoglobin berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida maka anemia dapat mempengaruhi transportasi gas-gas tersebut ke dan dari sel.
5.      Narkotika
Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam pernapasan ketika depresi pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu bila memberikan obat-obat narkotik analgetik, perawat harus memantau laju dan kedalaman pernapasan.
6.      Perubahan/gangguan pada fungsi pernapasan
Fungsi pernapasan dapat terganggu oleh kondisi-kondisi yang dapat mempengarhi pernapasan yaitu :
a.       Pergerakan udara ke dalam atau keluar paru
b.      Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru
c.       Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan dari sel jaringan.
Gangguan pada respirasi yaitu hipoksia, perubahan pola napas dan obstruksi sebagian jalan napas.
Hipoksia yaitu suatu kondisi ketika ketidakcukupan oksigen di dalam tubuh yang diinspirasi sampai jaringan. Hal ini dapat berhubungan dengan ventilasi, difusi gas atau transpor gas oleh darah yang dapat disebabkan oleh kondisi yang dapat merubah satu atau lebih bagian-bagian dari proses respirasi. Penyebab lain hipoksia adalah hipoventilasi alveolar yang tidak adekuat sehubungan dengan menurunnya tidal volume, sehingga karbondioksida kadang berakumulasi didalam darah.
Sianosis dapat ditandai dengan warna kebiruan pada kulit, dasar kuku dan membran mukosa yang disebabkan oleh kekurangan kadar oksigen dalam hemoglobin. Oksigenasi yang adekuat sangat penting untuk fungsi serebral. Korteks serebral dapat mentoleransi hipoksia hanya selama 3 – 5 menit sebelum terjadi kerusakan permanen. Wajah orang hipoksia akut biasanya terlihat cemas, lelah dan pucat.

7.      Perubahan pola nafas
Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini sama jaraknya dan sedikit perbedaan kedalamannya. Bernapas yang sulit disebut dyspnoe (sesak). Kadang-kadang terdapat napas cuping hidung karena usaha inspirasi yang meningkat, denyut jantung meningkat. Orthopneo yaitu ketidakmampuan untuk bernapas kecuali pada posisi duduk dan berdiri seperti pada penderita asma.
8.      Obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagaian dapat terjadi di sepanjang saluran pernapasan di sebelah atas atau bawah. Obstruksi jalan napas bagian atas meliputi : hidung, pharing, laring atau trakhea, dapat terjadi karena adanya benda asing seperti makanan, karena lidah yang jatuh kebelakang (otrhopharing) bila individu tidak sadar atau bila sekresi menumpuk disaluran napas.
Obstruksi jalan napas di bagian bawah melibatkan oklusi sebagian atau lengkap dari saluran napas ke bronkhus dan paru-paru. Mempertahankan jalan napas yang terbuka merupakan intervensi keperawatan yang kadang-kadang membutuhkan tindakan yang tepat. Onbstruksi sebagian jalan napas ditandai dengan adanya suara mengorok selama inhalasi (inspirasi).













BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1       Pengkajian Keperawatan
Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang :
1.      Biodata pasien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)
Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah/penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang masalahnya/penyakitnya.
2.   Keluhan utama dan riwayat keluhan utama (PQRST)
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh klien pada saat perawat mengkaji, dan pengkajian tentang riwayat keluhan utama seharusnya mengandung unsur PQRST (Paliatif/Provokatif, Quality, Regio, Skala, dan Time)
3.      Riwayat perkembangan
a.       Neonatus : 30 – 60 x/mnt
b.      Bayi : 44 x/mnt
c.       Anak : 20 – 25 x/mnt
d.      Dewasa : 15 – 20 x/mnt
e.       Dewasa tua : volume residu meningkat, kapasitas vital menurun
4.      Riwayat kesehatan keluarga
Dalam hal ini perlu dikaji apakah ada anggota keluarga yang mengalami masalah / penyakit yang sama.

5.      Riwayat social
Perlu dikaji kebiasaan-kebiasaan klien dan keluarganya, misalnya : merokok, pekerjaan, rekreasi, keadaan lingkungan, faktor-faktor alergen dll.
6.      Riwayat psikologis
Disini perawat perlu mengetahui tentang :
a. Perilaku / tanggapan klien terhadap masalahnya/penyakitnya
b. Pengaruh sakit terhadap cara hidup
c. Perasaan klien terhadap sakit dan therapi
d. Perilaku / tanggapan keluarga terhadap masalah/penyakit dan therapy
7. Riwayat spiritual
8. Pemeriksaan fisik
a.       Hidung dan sinus
Inspeksi : cuping hidung, deviasi septum, perforasi, mukosa (warna, bengkak, eksudat, darah), kesimetrisan hidung.
Palpasi : sinus frontalis, sinus maksilaris
b.      Faring
Inspeksi : warna, simetris, eksudat ulserasi, bengkak
c.       Trakhea
Palpasi : dengan cara berdiri disamping kanan pasien, letakkan jari tengah pada bagian bawah trakhea dan raba trakhea ke atas, ke bawah dan ke samping sehingga kedudukan trakhea dapat diketahui.
d.      Thoraks
Inspeksi :
• Postur, bervariasi misalnya pasien dengan masalah pernapasan kronis klavikulanya menjadi elevasi ke atas.
• Bentuk dada, pada bayi berbeda dengan orang dewasa. Dada bayi berbentuk bulat/melingkar dengan diameter antero-posterior sama dengan diameter tranversal (1 : 1). Pada orang dewasa perbandingan diameter antero-posterior dan tranversal adalah 1 : 2
Beberapa kelainan bentuk dada diantaranya : Pigeon chest yaitu bentuk dada yang ditandai dengan diameter tranversal sempit, diameter antero-posterior membesar dan sternum sangat menonjol ke depan. Funnel chest merupakan kelainan bawaan dengan ciri-ciri berlawanan dengan pigeon chest, yaitu sternum menyempit ke dalam dan diameter antero-posterior mengecil. Barrel chest ditandai dengan diameter antero-posterior dan tranversal sama atau perbandingannya 1 : 1.
Kelainan tulang belakang diantaranya : Kiposis atau bungkuk dimana punggung melengkung/cembung ke belakang. Lordosis yaitu dada membusung ke depan atau punggung berbentuk cekung. Skoliosis yaitu tergeliatnya tulang belakang ke salah satu sisi.
• Pola napas, dalam hal ini perlu dikaji kecepatan/frekuensi pernapasan apakah pernapasan klien eupnea yaitu pernapasan normal dimana kecepatan 16 – 24 x/mnt, klien tenang, diam dan tidak butuh tenaga untuk melakukannya, atau tachipnea yaitu pernapasan yang cepat, frekuensinya lebih dari 24 x/mnt, atau bradipnea yaitu pernapasan yang lambat, frekuensinya kurang dari 16 x/mnt, ataukah apnea yaitu keadaan terhentinya pernapasan.
Perlu juga dikaji volume pernapasan apakah hiperventilasi yaitu bertambahnya jumlah udara dalam paru-paru yang ditandai dengan pernapasan yang dalam dan panjang ataukah hipoventilasi yaitu berkurangnya udara dalam paru-paru yang ditandai dengan pernapasan yang lambat.
Perlu juga dikaji sifat pernapasan apakah klien menggunakan pernapasan dada yaitu pernapasan yang ditandai dengan pengembangan dada, ataukah pernapasan perut yaitu pernapasan yang ditandai dengan pengembangan perut.
Perlu juga dikaji ritme/irama pernapasan yang secara normal adalah reguler atau irreguler, ataukah klien mengalami pernapasan cheyne stokes yaitu pernapasan yang cepat kemudian menjadi lambat dan kadang diselingi apnea, atau pernapasan kusmaul yaitu pernapasan yang cepat dan dalam, atau pernapasan biot yaitu pernapasan yang ritme maupun amplitodunya tidak teratur dan diselingi periode apnea.
Perlu juga dikaji kesulitan bernapas klien, apakah dispnea yaitu sesak napas yang menetap dan kebutuhan oksigen tidak terpenuhi, ataukah ortopnea yaitu kemampuan bernapas hanya bila dalam posisi duduk atau berdiri.
Perlu juga dikaji bunyi napas, dalam hal ini perlu dikaji adanya stertor/mendengkur yang terjadi karena adanya obstruksi jalan napas bagian atas, atau stidor yaitu bunyi yang kering dan nyaring dan didengar saat inspirasi, atau wheezing yaitu bunyi napas seperti orang bersiul, atau rales yaitu bunyi yang mendesak atau bergelembung dan didengar saat inspirasi, ataukah ronchi yaitu bunyi napas yang kasar dan kering serta di dengar saat ekspirasi.
Perlu juga dikaji batuk dan sekresinya, apakah klien mengalami batuk produktif yaitu batuk yang diikuti oleh sekresi, atau batuk non produktif yaitu batuk kering dan keras tanpa sekresi, ataukah hemoptue yaitu batuk yang mengeluarkan darah.
• Status sirkulasi, dalam hal ini perlu dikaji heart rate/denyut nadi apakah takhikardi yaitu denyut nadi lebih dari 100 x/mnt, ataukah bradikhardi yaitu denyut nadi kurang dari 60 x/mnt.
Juga perlu dikaji tekanan darah apakah hipertensi yaitu tekanan darah arteri yang tinggi, ataukah hipotensi yaitu tekanan darah arteri yang rendah.
Juga perlu dikaji tentang oksigenasi pasien apakah terjadi anoxia yaitu suatu keadaan dengan jumlah oksigen dalam jaringan kurang, atau hipoxemia yaitu suatu keadaan dengan jumlah oksigen dalam darah kurang, atau hipoxia yaitu berkurangnya persediaan oksigen dalam jaringan akibat kelainan internal atau eksternal, atau cianosis yaitu warna kebiru-biruan pada mukosa membran, kuku atau kulit akibat deoksigenasi yang berlebihan dari Hb, ataukah clubbing finger yaitu membesarnya jari-jari tangan akibat kekurangan oksigen dalam waktu yang lama.
Palpasi :
Untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi dan taktil vremitus.
Taktil vremitus adalah vibrasi yang dapat dihantarkan melalui system bronkhopulmonal selama seseorang berbicara. Normalnya getaran lebih terasa pada apeks paru dan dinding dada kanan karena bronkhus kanan lebih besar. Pada pria lebih mudah terasa karena suara pria besar
3.2       Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi diantaranya adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif.
2. Pola napas tidak efektif.
3. Gangguan pertukaran gas.
4. Penurunan kardiak output.
5. Rasa berduka.
6. Koping tidak efektif.
7. Perubahan rasa nyaman.
8. Potensial/resiko infeksi.
9. Interaksi sosial terganggu.
10. Intoleransi aktifitas, dll sesuai respon klien
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
Yaitu tertumpuknya sekresi atau adanya obstruksi pada saluran napas.
Tanda-tandanya :
• Bunyi napas yang abnormal
• Batuk produktif atau non produktif
• Cianosis
• Dispnea
• Perubahan kecepatan dan kedalaman pernapasan
Kemungkinan faktor penyebab :
• Sekresi yang kental atau benda asing yang menyebabkan obstruksi
• Kecelakaan atau trauma (trakheostomi)
• Nyeri abdomen atau nyeri dada yang mengurangi pergerakan dada
• Obat-obat yang menekan refleks batuk dan pusat pernapasan
• Hilangnya kesadaran akibat anasthesi
• Hidrasi yang tidak adekuat, pembentukan sekresi yang kental dan sulit untuk di expektoran.
• Immobilisasi
• Penyakit paru menahun yang memudahkan penumpukan sekresi
Tujuan :
Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.
e. Berikan air hangat.
Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
f. Kolaborasi obat sesuai indikasi.
Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.

2.      Pola napas tidak efektif
Yaitu respon pasien terhadap respirasi dengan jumlah suplay O2 kejaringan tidak adekuat
Tanda-tandanya :
• Dispnea
• Peningkatan kecepatan pernapasan
• Napas dangkal atau lambat
• Retraksi dada
• Pembesaran jari (clubbing finger)
• Pernapasan melalui mulut
• Penambahan diameter antero-posterior
• Cianosis, flail chest, ortopnea
• Vomitus
• Ekspansi paru tidak simetris
Kemungkinan faktor penyebab :
• Tidak adekuatnya pengembangan paru akibat immobilisasi, obesitas, nyeri
• Gangguan neuromuskuler seperti : tetraplegia, trauma kepala, keracunan obat anasthesi
• Gangguan muskuloskeletal seperti : fraktur dada, trauma yang menyebabkan kolaps paru
• CPPO seperti : empisema, obstruksi bronchial, distensi alveoli
• Hipoventilasi akibat kecemasan yang tinggi
• Obstruksi jalan napas seperti : infeksi akut atau alergi yang menyebabkan spasme bronchial atau oedema
• Penimbunan CO2 akibat penyakit paru
3. Gangguan pertukaran gas.
Yaitu perubahan asam basa darah sehingga terjadi asidosis respiratori dan alkalosis respiratori.
4. Penurunan kardiak output.
Tanda-tandanya :
• Kardiak aritmia
• Tekanan darah bervariasi
• Takikhardia atau bradikhardia
• Cianosis atau pucat
• Kelemahan, vatigue
• Distensi vena jugularis
• Output urine berkurang
• Oedema
• Masalah pernapasan (ortopnea, dispnea, napas pendek, rales dan batuk)
Kemungkinan penyebab :
• Disfungsi kardiak output akibat penyakit arteri koroner, penyakit jantung
• Berkurangnya volume darah akibat perdarahan, dehidrasi, reaksi alergi dan reaksi kegagalan jantung
• Cardiak arrest akibat gangguan elektrolit
• Ketidakseimbangan elektrolit seperti kelebihan potassiom dalam darah
Tujuan :
Pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
6. Kolaborasi
- Berikan oksigen tambahan
- Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.





3.3       Rencana Keperawatan
1.      Mempertahankan terbukanya jalan napas.
A.    Pemasangan jalan napas buatan.
Jalan napas buatan (artificial airway) adalah suatu alat pipa (tube) yang dimasukkan ke dalam mulut atau hidung sampai pada tingkat ke-2 dan ke-3 dari lingkaran trakhea untuk memfasilitasi ventilasi dan atau pembuangan sekresi.
Rute pemasangan :
• Orotrakheal : mulut dan trakhea
• Nasotrakheal : hidung dan trakhea
• Trakheostomi : tube dimasukkan ke dalam trakhea melalui suatu insisi yang diciptakan pada lingkaran kartilago ke-2 atau ke-3
• Intubasi endotrakheal
B. Latihan napas dalam dan batuk efektif
Biasanya dilakukan pada pasien yang bedrest atau post operasi
Cara kerja :
• Pasien dalam posisi duduk atau baring
• Letakkan tangan di atas dada
• Tarik napas perlahan melalui hidung sampai dada mengembang
• Tahan napas untuk beberapa detik
• Keluarkan napas secara perlahan melalui mulut dampai dada berkontraksi
• Ulangi langkah ke-3 sampai ke-5 sebanyak 2-3 kali
• Tarik napas dalam melalui hidung kemudian tahan untuk beberapa detik lalu keluarkan secara cepat disertai batuk yang bersuara
• Ulangi sesuai kemampuan pasien
• Pada pasien pot op. Perawat meletakkan telapak tangan atau bantal pada daerah bekas operasi dan menekannya secara perlahan ketika pasien batuk, untuk menghindari terbukanya luka insisi dan mengurangi nyeri
C. Posisi yang baik
• Posisi semi fowler atau high fowler memungkinkan pengembangan paru maksimal karena isi abdomen tidak menekan diafragma
• Normalnya ventilasi yang adekuat dapat dipertahankan melalui perubahan posisi, ambulasi dan latihan
D. Pengisapan lendir (suctioning)
Adalah suatu metode untuk melepaskan sekresi yang berlebihan pada jalan napas, suction dapat dilakukan pada oral, nasopharingeal, trakheal, endotrakheal atau trakheostomi tube.
E. Pemberian obat bronchodilator.
Adalah obat untuk melebarkan jalan napas dengan melawan oedema mukosa bronkhus dan spasme otot dan mengurangi obstruksi dan meningkatkan pertukaran udara.
Obat ini dapat diberikan peroral, sub kutan, intra vena, rektal dan nebulisasi atau menghisap atau menyemprotkan obat ke dalam saluran napas.
2.      Mobilisasi sekresi paru
A.    Hidrasi
Cairan diberikan secara oral dengan cara menganjurkan pasien  2 – 2,5 liter perhari, tetapi dalam±mengkonsumsi cairan yang banyak  batas kemampuan/cadangan jantung.
B.     Humidifikasi
Pengisapan uap panas untuk membantu mengencerkan atau melarutkan lendir.
C.     Postural drainage
Adalah posisi khuus yang digunakan agar kekuatan gravitasi dapat membantu di dalam pelepasan sekresi bronkhial dari bronkhiolus yang bersarang di dalam bronkhus dan trakhea, dengan maksud supaya dapat membatukkan atau dihisap sekresinya.
Biasanya dilakukan 2 – 4 kali sebelum makan dan sebelum tidur / istirahat.
Tekniknya :
• Sebelum postural drainage, lakukan :
- Nebulisasi untuk mengalirkan sekret
- Perkusi sekitar 1 – 2 menit
- Vibrasi 4 – 5 kali dalam satu periode
• Lakukan postural drainage, tergantung letak sekret dalam paru.
3.      Mempertahankan dan meningkatkan pengembangan paru
A.    Latihan napas
Adalah teknik yang digunakan untuk menggantikan defisit pernapasan melalui peningkatan efisiensi pernapasan yang bertujuan penghematan energi melalui pengontrolan pernapasan
Jenis latihan napas :
• Pernapasan diafragma
• Pursed lips breathing
• Pernapasan sisi iga bawah
• Pernapasan iga dan lower back
• Pernapasan segmental
B.     Pemasangan ventilasi mekanik
Adalah alat yang berfungsi sebagai pengganti tindakan pengaliran / penghembusan udara ke ruang thoraks dan diafragma. Alat ini dapat mempertahankan ventilasi secara otomatis dalam periode yang lama.
Ada dua tipe yaitu ventilasi tekanan negatif dan ventilasi tekanan positif.
C.     Pemasangan chest tube dan chest drainage.
Chest tube drainage / intra pleural drainage digunakan setelah prosedur thorakik, satu atau lebih chest kateter dibuat di rongga pleura melalui pembedahan dinding dada dan dihubungkan ke sistem drainage.
Indikasinya pada trauma paru seperti : hemothoraks, pneumothoraks, open pneumothoraks, flail chest.
Tujuannya :
• Untuk melepaskan larutan, benda padat, udara dari rongga pleura atau rongga thoraks dan rongga mediastinum
• Untuk mengembalikan ekspansi paru dan menata kembali fungsi normal kardiorespirasi pada pasien pasca operasi, trauma dan kondisi medis dengan membuat tekanan negatif dalam rongga pleura.
Tipenya :
a. The single bottle water seal system
b. The two bottle water
c. The three bottle water
4.      Mengurangi / mengoreksi hipoksia dan kompensasi tubuh akibat hipoksia
Dengan pemberian O2 dapat melalui :
• Nasal canule
• Bronkhopharingeal khateter
• Simple mask
• Aerosol mask / trakheostomy collars
• ETT (endo trakheal tube)
5.      Meningkatkan transportasi gas dan Cardiak Output.
Dengan resusitasi jantung paru (RJP), yang mencakup tindakan ABC, yaitu :
A : Air way adalah mempertahankan kebersihan atau membebaskan jalan napas
B : Breathing adalah pemberian napas buatan melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung
C : Circulation adalah memulai kompresi jantung atau memberikan sirkulasi buatan


3.4       Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi.
3.5              Evaluasi
1.      Jalan nafas kembali efektif.
2.      Pola nafas kembali efektif.
3.      Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
4.      Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
5.      Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah
3.6              Metode Pemberian Oksigen

Metode Pemberian Oksigen Dapat dibagi menjadi 2 tehnik, yaitu :

1. Sistem Aliran Rendah
Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan, menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal klien. Ditujukan untuk klien yang memerlukan oksigen, namun masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit.
Contoh sistem aliran rendah adalah :
1. Kanula nasal
2. Kateter nasal
3. Sungkup muka sederhana,
4. Sungkup muka dengan kantong rebreathing,
5. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing.


1. Kateter Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara kontinyu dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.
- Keuntungan
Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.
- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 45%, tehnik memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, serta kateter mudah tersumbat.










b. Kanul Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal.
- Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa nyaman.
- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman kanul hanya 1 cm, dapat mengiritasi selaput lendir.
Kanul Nasal
Kanul Nasal

c. Sungkup Muka Sederhana
Merupakan alat pemberian oksigen kontinu atau selang seling 5 – 8 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 – 60%.
- Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.

d. Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing :
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 – 80% dengan aliran 8 – 12 liter/mnt
- Keuntungan
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir
- Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong oksigen bisa terlipat.




e. Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing
Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen mencapai 99% dengan aliran 8 – 12 liter/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi
- Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir.
- Kerugian
Kantong oksigen bisa terlipat.
masker non rebreathing
masker non rebreathing




2. Sistem Aliran Tinggi
Teknik pemberian oksigen dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur.
Contoh tehnik sistem aliran tinggi adalah sungkup muka dengan ventury.
Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai ooksigen sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya udara luar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini sekitas 4 – 14 liter/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%.
- Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembaban gas dapat dikontrol serta tidak terjadi penumpukan CO2
- Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong oksigen bisa terlipat.

Bahaya Pemberian Oksigen

Pemberian oksigen bukan hanya memberikan efek terapi tetapi juga dapat menimbulkan efek merugikan, antara lain :
1. Kebakaran
Oksigen bukan zat pembakar tetapi dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu klein dengan terapi pemberian oksigen harus menghindari : Merokok, membuka alat listrik dalam area sumber oksigen, menghindari penggunaan listrik tanpa “Ground”.
2. Depresi Ventilasi
Pemberian oksigen yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran yang tepat pada klien dengan retensi CO2 dapat menekan ventilasi
3. Keracunan Oksigen
Dapat terjadi bila terapi oksigen yang diberikan dengan konsentrasi tinggi dalam waktu relatif lama. Keadaan ini dapat merusak struktur jaringan paru seperti atelektasis dan kerusakan surfaktan. Akibatnya proses difusi di paru akan terganggu.




















BAB IV

KESIMPULAN

Pemenuhan kebutuhan dasar relative tergantung kepada prioritas seseorang walaupun kebutuhan dasar harus dipenuhi, beberapa kebutuhan dapat ditunda. Kegagalan memenuhi kebutuhan dasar dapat menyebabkan ketidakseimbangan dan mengakibatkan sakit, kebutuhan dasar dapat dirangsang oleh rangsangan internal maupun eksternal.
Terapi oksigen merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk keperawatan terhadap adanya gangguan pemenuhan oksigen pada klien. Pengetahuan perawat yang memadai terhadap proses respirasi dan indikasi serta metode pemberian oksigen merupakan bekal bagi perawat agar asuhan yang diberikan tepat guna dengan resiko seminimal mungkin.


















4.1              Daftar Pustaka
Doengoes, Merilin E. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi Kedua, Jakarta, EGC, 1999
Black, Joyce M. Medical Surgical Nursing ; Clinical Management For Continuity Of Care, W.B Sunders Company, 1999
Brunner & Suddarth. Buku Ajar Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia, vol. 8, Jakarta, 2001
Carpenito, LYnda Juall. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999
Doengoes, Merilin E. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi ketiga, Jakarta, EGC, 1999
Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 1999
Long, Barbara C. Perawatan Medikal Bedah, YIAPK, Bandung, 1996
Potter, Patricia A. Perry, Anne G. Fundamental of Nursing ; Concepts, Process and Practice, Mosby Year Book, St. Louis, 1997
Taylor, Calor. Et al. Fundamentals of Nursing ; The Art and Science of Nursing Care, Lipincott, Philadelphia, 1997












4.2